Rabu, 23 November 2016

Curriculum Designer as an Artist of Person's Future Life

Hello Psychopreneur!!!

Menurut saya, perancang adalah seniman. Tidak ada satu pun perancang yang memiliki satu rancangan sama persis dengan perancang lainnya. Itulah yang membuat diri mereka menjadi unik. Hal ini tidak hanya berlaku bagi para perancang dibidang fashion saja namun bagi mereka yang merancang dibidang akademis yakni perancang kurikulum, mereka pun dikatakan seniman.

Seniman yang professional tentu akan menggambar dengan jiwa dan pikirannya. Dia pun memerlukan beberapa warna yang sesuai dengan gambarannya sehingga hasilnya bisa tampak indah dan memukau di mata orang lain. Seperti inilah pendapat saya jika suatu saat saya menjadi seorang perancang kurikulum, saya ingin merancang kurikulum tersebut dengan jiwa dan pikiran saya. Hal ini dikarenakan saya ingin rancangan tersebut berasal dari hati tanpa adanya keterpaksaan, sebab hasil yang dipaksakan tidak akan pernah maksimal.

Seperti seorang seniman, warna-warna yang berbeda tentu juga diperlukan supaya gambaran tersebut menjadi lebih indah. Begitupun halnya, ketika saya menjadi perancang kurikulum, saya membutuhkan orang lain yang dapat membantu saya dalam memberikan saran dan kritikan terhadap rancangan saya. Ini berarti seorang perancang kurikulum tidak dapat merancang kurikulumnya sendiri, dia tetap membutuhkan pihak-pihak lain untuk membantunya dalam merancang kurikulum yang baik agar tujuan dari kurikulum tersebut tercapai dengan maksimal. Sebab satu hal yang penting dan perlu disadari adalah perancang kurikulum, ialah mereka yang menciptakan suatu jalan kesuksesan bagi orang-orang di kedepannya. Maka dari itu, jadilah seorang perancang kurikulum yang dapat memberikan dampak positif bagi orang-orang disekitarnya terlebih kepada pertumbuhan pribadi mereka secara utuh. 


Selasa, 05 April 2016

Make It Valid and Reliable !

Hello Psychopreneur!!!

Bagaimana dengan uji coba soal tes kalian kemarin?
Apakah mereka mendapatkan nilai yang baik sesuai harapan?
Atau justru sebaliknya?!

Yaaa... tentu nilai yang diperoleh mereka baik buruk atau tidaknya, tidak sepenuhnya berasal dari kompetensi mereka. Akan tetapi, kualitas soal tes pun tetap memberikan pengaruh dalam mengukur kompetensi mereka.

Soal tersebut harus dapat mengukur kompetensi mereka dengan tepat yang disebut dengan "valid". Tidak hanya itu, soal tes pun harus memiliki konsistensi yang sama dalam mengukur kompetensi mereka, agar dapat dipercaya. Inilah yang disebut dengan reliabel.
Jadi, kalian tentu harus memastikan bahwa kualitas soal tes yang kalian buat memiliki dua hal penting ini yakni bersifat valid dan reliabel.

Well, good luck yaaa...


Rabu, 23 Maret 2016

TRY OUT !!!

Hello Psychopreneur!!!

Setelah kalian mendapat panduan pembuatan soal tes sebelumnya, sudahkah kalian mencoba untuk membuat soal tes sendiri?
Jika sudah jangan lupa untuk diuji coba ya, caranya dengan menyebarkan soal tersebut ke orang-orang yang memiliki kemampuan untuk menjawabnya.
Hati-hati loh jangan sampai salah target. Masa buat soal fisika disuruh anak geografi yang ngerjainnya...Hahahaha

Setelah kalian menyebarkan dan mendapatkan hasilnya, panduan kedua akan diberitahu saat ini..
Kalian harus menilai jawaban mereka menggunakan kunci jawaban kalian. Lalu, mulai deh memasukkan skor tiap anak. Perhatian! Untuk mendapatkan kurva normal maka kalian harus menyebarkannya minimal ke 30 orang ya...

Selanjutnya, kalian akan me-ranking nilai anak-anak dari skor tertinggi hingga terendah. Untuk mengetahui indeks kesukaran aitem (P), berikut ini rumusnya : (Nt + Nr): N .N ini merupakan jumlah dari 27% total anak yang mengerjakan soal tes. Contoh : terdapat 30 orang, 27% nya adalah 8,1 dibulatkan ke atas menjadi 9, sehingga diambil 9 anak dari ranking tertinggi (Nt) dan 9 anak dari ranking terendah (Nr).
Sedangkan untuk mengetahui indeks diskriminasi (D), berikut ini rumusnya : (Nt - Nr): 1/2N.

Tabel Kategori Kesukaran (P)
0,00 < x < 0,2 = Aitem sangat sukar
0,21 < x < 0,8 = Aitem moderat
0,81 < x < 1,00 = Aitem sangat mudah

Tabel Kategori Diskriminasi (D)
0,4 < x      = amat diskiriminasi
0,3 - 0,39  = berdiskriminasi
0,2 - 0,29  = diskriminasi yang sederhana
0,1 - 0,19  = kurang diskriminasi perlu diperbaiki
0,1 > x      = perlu di revisi total

Setelah baca tabel diatas, maka kalian akan mengetahui soal-soal mana saja yang sulit dan diskriminannya tidak tepat...
Well, selamat mencoba yaaaa... Kalau masih bingung tanya langsung saja disini :D






Kamis, 17 Maret 2016

Let's Make Our Own Test !

Hello Psychopreneur!!!

Di cerita sebelumnya telah dijelaskan bahwa pembuatan 10 soal dalam sebuah tes tidak semudah yang dibayangkan. Ini dikarenakan adanya standarisasi dan ketentuan yang dimuat dalam sebuah tes. Apa sajakah itu???

Sebuah tes yang baik tentu harus memiliki tujuan, kawasan ukur, penguraian komponen isi, batasan perilaku, kompetensi dan tabel spesifikasi yang sering disebut dengan kisi-kisi soal. Ini berarti tes tersebut tidak asal-asalan dan memuat hal-hal yang perlu dikaji secara jelas serta spesifik.

Untuk tujuan dalam sebuah tes, kalian dapat melihat dari bagan taksonomi bloom yang terdiri dari remember (mengingat), understand (memahami), apply (mengaplikasikan), analyze (menganalisis), evaluate (mengevaluasi), and create (menciptakan). Tujuan yang jelas ini akan berpengaruh dalam pembuatan soalnya. Seperti halnya ketika tujuan tes tersebut adalah mengingat, maka soal-soal yang akan dimuat pun lebih mengarah ke hal materi yang dihafalkan. Sedangkan bila tujuan tes tersebut adalah menganalisis, maka soal-soal yang akan dimuat pun lebih mengarah ke studi kasus dimana butuh analisa yang mendalam.

Begitu pula dengan kawasan ukur, penguraian komponen isi, batasan perilaku serta kompetensi. Keempat panduan ini sebenarnya memiliki tujuan yang sama yaitu menspesifikasikan secara lebih mendetail pada tujuan tes tersebut. Seperti halnya memberi batasan-batasan materi pada mata pelajaran yang akan diuji (contohnya psikologi perkembangan dispesifikasikan ke perkembangan fisik lebih spesifik lagi pada batasan umur kalangan remaja).

Setelah melalui tahap tersebut baru diuji coba kepada responden, bila perlu dilakukan revisi dan evaluasi setelahnya. Agar tujuan pada tes tersebut dapat tercapai secara matang dan jelas.


Jumat, 04 Maret 2016

Behind Our Test...

Hello Psychopreneur!!!

"Ujian??? Satu hal yang paling malas dilakukan bahkan oleh seorang profesor sekalipun..

Bagaimana tidak? Tiap saat digunakan untuk mengulang materi pelajaran dari awal hingga akhir..
Belum lagi kalau misalnya nilainya dapat jelek entah salah tesnya atau gurunya..
Yang jelas kesal aja kalau nama udah masuk dalam daftar remidi.."

Keluh kesah maupun kegagalan diatas tentu pernah dialami oleh mereka yang pernah mengikuti ujian..

Tapi pernahkah kalian membayangkan betapa sulitnya membuat 10 soal dalam sebuah ujian?
Mungkin bagi kalian memang terkesan mudah, cukup lihat materinya lalu dijadikan sebuah pertanyaan..
Well, kalau kalian sampai berpikir demikian.. Hal itu salah besar!

Membuat satu soal dalam ujian dengan lima pilihan A,B,C,D dan E bukanlah hal yang mudah..

Seorang guru maupun dosen harus mampu memperkirakan kesulitan sebuah soal yang dapat digunakan oleh semua kalangan muridnya alias baik Si Jenius maupun Si Lemot dapat mengerjakannya dengan baik..
Agar tidak terjadi keluh kesah yang menyalahkan pihak lain seperti sebelumnya..

Tidak hanya itu, akan jauh lebih baik bila soal-soal tersebut diuji dulu indeks kesukaran dan diskriminasinya.. Tentu hal ini bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman yang dapat terjadi di kedepannya..

Terutama bagi mereka yang merasa nilai ujiannya selalu merah padahal mereka sendiri tidak belajar..
Itulah sebabnya seorang guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa, beliau berusaha keras untuk memberikan soal-soal terbaik bagi muridnya tanpa sepengetahuan mereka...
Sungguh luar biasa bukan???

So, masihkah kalian membenci UJIAN para psychopreneur

Hahaha... kalau masih, sebaiknya jangan ya... mending kalian kerjakan ujiannya dengan sebaik mungkin sebagai bentuk apresiasi kalian terhadap mereka, para pahlawan tanpa tanda jasa..
Because you never success without them! Thank you Mr., Ms., and Mrs. :D







Jumat, 26 Februari 2016

First Thing about Test Construction !

Hello Psychopreneur!!!

Tahukah kalian bahwa seorang researcher mampu menjadi seorang psychopreneur?
Tentu kalian tidak menyadarinya, sebab saat ini masih banyak diantara kalian beranggapan bahwa seorang psychopreneur selalu terkait dengan bisnis entah menjadi pemilik perusahaan maupun restoran. Padahal sebenarnya seorang researcher mampu menghasilkan profit yang tidak kalah besarnya dengan mereka para pengusaha.
Namun bagaimana caranya?

Menjadi researcher tentu bukanlah hal yang mudah, mereka harus mampu menciptakan suatu alat tes untuk mengetahui dan mengukur kualitas, sifat dan kemampuan terhadap sesuatu. Namun, untuk dapat menciptakan satu alat tes pasti membutuhkan suatu perjuangan. Seorang researcher harus memulainya dari hal yang paling dasar dan spesifik agar mampu mengukur secara valid dan reliabel. Bahkan perlu melakukan beberapa kali uji coba terhadap alat tesnya sendiri. Jika alat tes tersebut sudah berfungsi dengan semestinya maka alat tes tersebut dapat di hakpatenkan dan diperjualbelikan seperti halnya tes minat dan bakat, tes intelegensi, tes kepribadian dan sebagainya.

Hal inilah yang dijadikan sebagai modal utama dalam menghasilkan profit yang besar. Tidak hanya itu, kunci utama akan keberhasilan yang diraih researcher tentu didapat dari ilmu yang dipelajarinya. Ilmu tersebut merupakan ilmu tes konstruksi. Ilmu ini adalah ilmu yang mempelajari prosedur pengukuran sistematis dalam memahami dan menciptakan sebuah alat tes dengan baik dan benar.
So, you got the point right?










Rabu, 02 Desember 2015

Hmm... Neuropsychology?

Hello Psychopreneur!!!

Neuropsikologi?
Ilmu apakah itu?
Haruskah seorang HRD, guru BK ataupun dokter sakit jiwa mempelajarinya?
Hubungannya sama profesi mereka apa ya...

Tentu, semua orang sampai saat ini masih menganggap bahwa seorang psikolog ataupun psikiater hanya bekerja sebagai HRD, guru BK ataupun dokter sakit jiwa.
Tidak ada bayangan bukan mereka dapat menjadi seorang ilmuwan saraf atau seorang peneliti?

Haha...ya siapa yang menyangka juga kalau ternyata mereka harus mempelajari cara kerja otak dan saraf-saraf di dalamnya untuk mengetahui kejiwaan dan kepribadian seseorang.
Pastinya dalam mengetahui cara kerja otak serta sistem saraf ada ilmunya tersendiri yakni neuroscience. Memang sih ilmu ini tidak seberapa terkenal di kalangan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, sebenarnya ilmu ini sangat bermanfaat dan sulit dipelajari.

Namun bagi seorang psikolog maupun psikiater, mereka tidak hanya mempelajari cara kerja otak dan sistem sarafnya saja. Tetapi, mereka harus mengaitkannya dengan segi psikologis dalam diri seseorang tersebut. Bukankah ilmu seperti ini sangat menarik? Inilah yang disebut neuropsikologi.
Disinilah kalian dapat mengetahui bagaimana cara kerja otak orang normal pada umumnya dengan orang yang mengidap schizofrenia serta perilaku abnormal lainnya.